Pertumbuhan Kota Berdampak Pada Emisi Gas Rumah Kaca

:


Oleh lsma, Kamis, 13 Desember 2018 | 06:38 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 450


Jakarta, InfoPublik - Populasi penduduk yang tinggal di kota terus meningkat dengan cepat. Dalam dua dekade terakhir, penduduk perkotaan Indonesia meningkat dua kali lipat,yaitu dari 77,9 juta pada 1997 menjadi 144,3 juta pada 2017. Dengan tingkat pertumbuhan rata-rata penduduk perkotaan 4,1 persen, diperkirakan 68 persen penduduk Indonesia akan tinggal di kota pada 2025.

Tidak dapat dipungkiri kota adalah penggerak pertumbuhan ekonomi. Setiap satu persen peningkatan populasi penduduk perkotaan telah meningkatkan pendapatan per kapita negara-negara Asia Timur Pasifik sebesar 2,5-3 persen per tahun, China 2,7 persen per tahun, dan sementara Indonesia 1,4 persen per tahun. Selain berdampak terhadap ekonomi, pertumbuhan kota juga berdampak terhadap kualitas lingkungan. Mengonsumsi lebih dari dua pertiga energi total, kota juga dikenal sebagai penyumbang 70 persen emisi Gas Rumah Kaca (GRK).

Demikian disampaikan Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro dalam acara the 24th Conference of the Parties to the United Nations Framework Convention on Climate Change atau COP24 dengan topik “Investing in Low Carbon Development: Sustainable Cities and Green Energy” yang berlangsung di Katowice, Polandia.

Dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu (12/12) disebutkan bahwa kegiatan produksi dan konsumsi penduduk perkotaan, terutama untuk makanan, energi, air bersih, dan transportasi juga memberikan tekanan terhadap lingkungan. Pada Oktober 2018, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) merilis Special Report on Global Warming of 1,5°C.

“Laporan IPCC menyatakan untuk membatasi naiknya pemanasan global 1,5°C memerlukan transisi yang cepat dan luas, baik penggunaan energi, pengelolaan lahan, pengembangan infrastruktur perkotaan yang berkelanjutan, termasuk transportasi, bangunan, serta sistem industri. Kita hanya memiliki waktu 12 tahun lagi untuk mencapai target ini. Untuk itu, kita perlu beranjak dari pendekatan seperti biasa (business as usual) ke pendekatan yang lebih inovatif,” jelasnya.

Menurutnya, Pemerintah Indonesia telah mengintegrasikan prinsip Agenda Baru Perkotaan atau New Urban Agenda (NUA) yang dirilis UN-Habitat pada 2016 ke dalam Perpres No. 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan PencapaianTujuan Pembangunan Berkelanjutan, dan menempatkan tiga misi pembangunan kota-kota di Indonesia: yaitu (1) Aspek Sosial, yaitu inklusif dengan meningkatkan akses universal terhadap layanan dasar; (2) Aspek Ekonomi, yaitu pertumbuhan berkelanjutan ditopang masyarakat makmur, produktif, dan kompetitif; (3) Aspek Lingkungan, yaitu lebih hijau,efisien menggunakan SDA, dan tangguh memiliki lingkungan yang aman dan sehat.

“Kegiatan pembangunan harus mengedepankan prinsip pembangunan berkelanjutan yang menyeimbangkan antara aspek ekonomi, sosial,maupun lingkungan, termasuk pembangunan perkotaan. Kita tahu penurunan daya dukung lingkungan akan menghambat pertumbuhan ekonomi suatu negara.Dalam konteks ini, Pemerintah Indonesia siap menjadi kampiun dan perintis Pembangunan Karbon Rendah (PRK), termasuk dalam memelopori kota berkelanjutan dan energi hijau,” tegas Menteri Bambang.

Saat perhelatan IMF-World Bank Annual Meeting di Balipada Oktober lalu, Pemerintah Indonesia merilis Pembangunan Karbon Rendah Indonesia atau Low Carbon Development Indonesia (LCDI). Sebagai platform baru pembangunan masa depan, PRK bertujuan untuk mempertahankan pembangunan sosial-ekonomi melalui kegiatan rendah emisi dan meminimalkan eksploitasi SDA.

Sebagai bagian proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, Kementerian PPN/Bappenas sedang berupaya mengarusutamakan kerangka PRK ke dalam rancangan teknokratis tersebut.

“Tidak perlu ada trade-off antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan sosial-ekonomi termasuk pembangunan perkotaan. Kota-kota yang berkelanjutan dan layak huni hanya dapat dicapai apabila kita menerapkan PRK melalui kegiatanrendah emisi dan meminimalkan eksploitasi SDA. Hasil New Climate Economy (NCE) Report menunjukkan semakin banyak kota yang lebih padu, saling terhubung, dan terkoordinasi yang menerapkan pembangunan kota rendah karbon, menghemat USD 17 triliun pada 2050. Meskipun untuk menuju hal tersebut kita butuh investasi dalam jumlah besar, kepemimpinan yang baik di tingkat nasional dan regional, dan kemitraan yang kuat dari semua pemangku kepentingan. Untuk itu, skema dan sumber pembiayaan yang tepat untuk setiap jenis proyek harus ditemukenali, termasuk pembiayaan inovatif dan kreatif seperti blended finance hingga green bonds,” jelasnya.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian PPN/Bappenas telah membentuk Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) sebagai satu-satunya dana perwalian nasional di Indonesia.ICCTF menjadi salah satu instrumen Pemerintah Indonesia untuk memastikan pembangunan kota berkelanjutan dalam kerangka PRKdengan menggabungkan aksipencegahan perubahan iklim sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat di tingkat komunitas.

Sebagai contoh, ICCTF bekerjasama dengan Universitas Gajah Madamengembangkan inovasi yang mampu meningkatkan produksi tanaman dengan Sistem Intensifikasi Padi. Dengan mengadopsi teknologi ke sistem pertanian, produksi padi meningkat dari 5,4 tonmenjadi 12 ton per hektar, serta dapat menciptakan penghasilan tambahan keluarga sebesar Rp 1 juta per bulan.Selain itu, penguranganpenggunaan pupuk non-organik juga mengatasi masalah emisi dan kelangkaan air. Untuk memberikan dampak yang lebih besar, melalui kerjasama dan sinergi antara Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan Universitas, kegiatan ini ditingkatkan skalanya (upscalling) di semua kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Pada akhir sambutannya, Menteri Bambang mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, baik pemerintah negara sahabat, lembaga internasional, serta mitra pembangunan yang telahberkomitmen mendukung Pemerintah Indonesia menuju PRK.

“Dukungan dari semua pihak sangat penting dalam membantu Pemerintah Indonesia menerapkan PRK khususnya untuk jangka panjang. Saya berharap melalui COP24 ini, kita dapat berdiskusi serta saling bertukar ide dan pandangan bagaimana mempercepat transisi PRK, terutama dalam konteks kota berkelanjutan dan inisiatif energi hijau. Investasi dalam PRK juga merupakan peluang yang dapat kita jajaki sekaligus mengembangkan agenda bersama,” pungkasnya.