Industri Jasa Keuangan Masih Kokoh

:


Oleh Taofiq Rauf, Selasa, 11 September 2018 | 00:50 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 522


Jakarta, InfoPublik – Industri jasa keuangan masih berjalan baik dan dipastikan dalam keadaan terjaga dan aman, walaupun nilai tukar rupiah masih tertekan oleh dolar AS. Hal itu terlihat dari indikator ekonomi pada Juli 2018, yang masih bergerak secara posisitif.

Demikian ditegaskan Juru Bicara Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Sekar Putih Djarot saat Diskusi Media Forum Merdeka Barat’9 (Dismed FMB’9) dengan tajuk “Bersatu untuk Rupiah” di ruang serbaguna Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Senin (10/9/2018).

Salah satunya, kata Sekar, adalah dari sisi penghimpunan dana yang tumbuh sebesar 6,8 persen. “Dari hal ini kami melihat bahwa kondisi masih terjaga dalam manageble,” tegasnya.

Seluruh pihak jasa keuangan dikatakan Sekar akan mendukung pemerintah melalui sejumlah program ekonomi yang sedang dijalankan. Diantaranya terkait pembiayaan dalam transaksi ekspor.

“Dari semua itu, kami berharap koordinasi terus ditingkatkan, khususnya antara pihak pemerintah dan BI. Sehingga, industri hingga saat ini masih dalam keadaan terjaga. Sejauh ini kami mengapresiasi kebijakan pemerintah yang telah melakukan intervensi kepada pasar,” ujar Sekar.

Di tempat yang sama, Staf Ahli Bidang Kebijakan Penerimaan Negara Kementerian Keuangan, Robert Leonard Marbundalam bahkan menjamin jika pihaknya bersama beberapa lembaga terkait termasuk OJK akan melakukan berbagai upaya untuk mengendalikan, menjaga stabilitas dan kepercayaan pasar.

“Kami berupaya mengurangi dampak negatif dari faktor eksternal. Intinya, kami dari masing-masing K/L bersinergi dan melihat mengapa ini terjadi. Sehingga bagaimana ekonomi Indonesia bisa bertumbuh, dan pertumbuhan ekonomi menguat," katanya.

Jika dilihat dari nilai tukar, rupiah dikatakan Leonard masih landai, begitu pula dengan pergerakannya. Kondisi tersebut menunjukan situasi yang aman jika dibandingkan misalnya dengan dua negara seperti Argentina dan Turki, yang masuk kategori tinggi.

"Inflasi juga masih dibawah, suku bunga juga landai. Jika landai artinya masih dipercaya investor. Tingkat suku bunga yang diberikan juga turun, bukan naik. Jika dilihat kepercayaan konsumen, Indonesia sangat tinggi. Jadi kami berbicara data, ini data yang terpublikasi luas. Sehingga orang luar juga percaya pada kita," katanya.

Kondisi ini, tambah Leonard, didukung pula oleh ekspor Indonesia yang masih masuk kategori primer. Belum lagi sektor pertumbuhan ekonomi dimana Indonesia jadi salah satu negara dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi.

“Kontribusi pertumbuhan kita  artinya masih bagus. Pertumbuhan ekonomi sektor penyumbang terbesar adalah sektor primer yaitu pertanian. Lalu juga dari logistik e-commerce (perdagangan online) ecommerce.  Berikutnya dari pertumbuhan tadi, kalau pengeluaran ekspor bertumbuh 7,7%. Hanya kecepatannya diambil-alih oleh impor tadi, kebanyakan itu investasi maupun barang-barang modal yang masuk ke kita," paparnya lagi,” papar Leonard.

Intervensi pemerintah

Bank Indonesia sendiri telah menggelontorkan dana Rp11,9 triliun hingga hari Rabu (5/9/2018). Tujuannya untuk mempertahankan nilai tukar rupiah yang masih mengalami tekanan. Langkah stabilisasi dilakukan dengan melakukan intervensi di pasar valuta asing hingga membeli surat berharga negara di pasar sekunder.

Selain intervensi di pasar valuta asing dan pasar sekunder, beberapa kebijakan moneter telah dan akan disiapkan untuk mengantisipasi tekanan eksternal, antara lain:  pertama, suku bunga sudah dinaikkan oleh BI sebanyak lima kali sejak Mei dan mencapai 5,5 persen.

Kedua, sejak akhir Desember 2017 BI telah mengintroduksi kebijakan “Local Currency Settlement Framework” sebagai jalan mengatasi kebutuhan akan dolar AS. Indonesia, Thailand dan Malaysia telah melakukan kerjasama perdagangan berbasis mata uang masing-masing tanpa melalui dolar AS. Thailand dan Malaysia termasuk dalam sepuluh besar mitra dagang utama Indonesia. Konsepsi ini juga tengah diupayakan untuk dapat diimplementasikan secara meluas. BI tengah melobi China dan Jepang.

Ketiga, BI dan OJK akan mengawasi secara ketat aksi para spekulan dan memperketat pasar valas. BI juga telah menghimbau pada korporasi yang memiliki stok valas besar supaya segera menjualnya ke pasar.

Keempat, BI telah memberikan fasilitas swap atau lindung nilai bagi para pelaku usaha baik eksportir maupun importir terkait kebutuhan mereka akan dolar AS. Dan terakhir, BI sedang menyiapkan mekanisme untuk mendorong konversi Dana Hasil Ekspor (DHE).

Sedangkan terkait kebijakan fiskal, pemerintah telah memberlakukan beberapa aturan antara lain, pertama, kebijakan menggenjot ekspor atau sektor riil untuk memperbaiki defisit neraca perdagangan. Untuk itu pemerintah telah memberikan insentif tax holiday. Selain itu, pemerintah memberikan fasilitas Kemudahan Impor Untuk Tujuan Ekspor (KITE).

Kedua, kebijakan penerapan tarif pajak penghasilan (PPh) pada 900 produk impor khususnya pada produk yang substitusinya sudah tersedia. Beleid PMK terkait 900 item produk impor saat ini tengah disusun.

Ketiga, menerapkan kewajiban mencampur 20 persen biodiesel pada solar (B20). Keempat, menimbang untuk menghentikan proyek infrastruktur strategis yang mengandung komponen impor tinggi, sekaligus mengevaluasi sejauh mana penggunaan TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri).

Kelima, Kementerian ESDM hendak mengeluarkan kebijakan untuk mengatur DHE (Dana Hasil Ekspor) pada sektor ekspor migas dan minerba di mana secara prosedural ke depan harus melalui Letter of Credit yang mekanisme-nya diatur oleh BI. Selain itu, pada sektor migas terkait ekspor minyak mentah yang dimiliki oleh kontraktor asing, Kementerian ESDM hendak mengatur supaya minyak mentah itu ditawarkan ke Pertamina terlebih dulu.

Dan terakhir adalah menggalakan sektor pariwisata secara intensif untuk mendorong peningkatan jumlah wisatawan asing. (TR)