Kemenpar Susun Panduan Mitigasi bagi Destinasi Pariwisata Rawan Bencana

:


Oleh Untung S, Kamis, 2 Mei 2019 | 10:00 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 633


Simalungun, InfoPublik - Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menyusun Panduan Mitigasi Bencana di Destinasi Pariwisata rawan bencana untuk meminimalisasi risiko yang mungkin timbul saat terjadi bencana.

Dalam keterangan resmi yang diterima InfoPublik, Rabu (1/5) pematangan rancangan tersebut telah dilaksanakan dalam rangkaian kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Perancangan Destinasi Pariwisata di Kawasan Rawan Bencana di Hotel Inna Parapat, Kabupaten Simalungun,Sumatera Utara (Sumut), beberapa waktu lalu.

Kegiatan itu merupakan rangkaian terakhir dari enam rangkaian Bimtek serupa yang sebelumnya telah dilaksanakan di Banten, Makassar, Lombok, Yogyakarta, dan Banyuwangi. Adapun Bimtek diselenggarakan dengan membagi tema sesuai dengan potensi bencana di wilayah tersebut.

“Bimtek di Kabupaten Simalungun, Sumut, mengambil topik bahasan tanah longsor sebagai pembahasan utama. Pemilihan pembahasan tersebut bukan tanpa alasan, melainkan berdasarkan potensi dan banyaknya jumlah bencana tanah longsor di Sumatera Utara,” kata
Drs. H. Muchlis, M.Si, Kepala Bidang Bina Pemasaran Pariwisata, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara.

“Berdasarkan data BPBD yang terangkum dari data historis selama tiga tahun terakhir, tanah longsor merupakan salah satu dari 14 bencana yang paling sering terjadi di Sumatera Utara, baik yang disebabkan oleh alam maupun manusia,” ujarnya.

Saat membuka Bimtek ini, Abdu Rahman, Kepala Bidang Perancangan Destinasi Kemenpar menjelaskan kegiatan ini merupakan upaya untuk mendukung terwujudnya visi Indonesia sebagai negara tujuan pariwisata berkelas dunia, berdaya saing, berkelanjutan, serta mampu mendorong pembangunan daerah dan kesejahteraan rakyat.

“Salah satu misi pembangunan yang telah ditetapkan untuk mendukung terwujudnya visi tersebut ialah misi yang terkait dengan pembangunan destinasi pariwisata, yaitu destinasi pariwisata yang aman, nyaman, menarik, mudah dicapai, berwawasan lingkungan, serta meningkatkan pendapatan nasional, daerah, dan masyarakat,” lanjutnya.

Oleh karena itulah penyelenggaraan rangkaian Bimtek Perancangan Destinasi Pariwisata di Kawasan Rawan Bencana menjadi penting dan mendapat apresiasi dari berbagai pihak. Terlebih bila mengingat bahwa 8 dari 10 Destinasi Prioritas Pariwisata termasuk dalam kawasan rawan bencana alam.

Adapun tujuan Perancangan Destinasi Pariwisata di Kawasan Rawan Bencana ini ialah memberikan materi kepada peserta terkait pengembangan destinasi pariwisata yang berbasis mitigasi bencana dan menyinergikan arah kebijakan pengembangan kepariwisataan di kawasan atau destinasi rawan bencana.

Untuk memenuhi hal itu, Kemenpar mengundang narasumber dari satuan kerja teknis Kementerian/Lembaga terkait bencana, yakni Badan Nasional Penanggulangan Bencana; Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana; Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika; dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.

Bimtek diikuti para peserta yang terdiri dari perwakilan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan pemangku kepentingan pariwisata di Sumatera Utara.

“Ini menandakan bahwa Sumatera Utara telah memiliki kesadaran pentingnya pengembangan destinasi pariwisata yang berbasis mitigasi bencana,” katanya.

Sejumlah hal yang digarisbawahi dalam kegiatan itu meliputi lima hal, yakni bahwa pengembangan kawasan pariwisata, khususnya destinasi wisata alam, tidak dapat dipisahkan dari mitigasi bencana.

Selain itu, mengembangkan kawasan pariwisata secara masif bila tanpa menyiapkan mitigasi bencana dapat berkonsekuensi pada meningkatnya risiko atau potensi dampak kerugian dan korban akibat bencana pada masa mendatang. Tata ruang merupakan instrumen untuk mengelola dan mengurangi risiko bencana tersebut (living in harmony with disaster risk).

Hal ketiga yakni Indonesia rawan terhadap bencana dan sebagian besar destinasi pariwisata terletak di kawasan rawan bencana sehingga perlu ada strategi dan kebijakan untuk mengurangi dampak dari bencana.

Selanjutnya mitigasi struktural dan non-struktural untuk destinasi rawan bencana banjir dan tanah longsor yang harus ditindaklanjuti oleh seluruh stakeholder di kabupaten/kota.

Mitigasi struktural meliputi pemetaan kawasan rawan bencana, penegakan pemanfaatan ruang berdasarkan peta KRB, menyediakan penunjuk arah evakuasi dan titik kumpul di daerah-daerah rawan, leaflet kebencanaan, membangun sistem peringatan dini, dan penggunaan teknologi (peta digital seperti Cek Posisi dan InaRISK, MAGMA Indonesia-PVMBG, Slim Sumut, dan gistaru.atrbpn.go.id).

Sementara mitigasi non-struktural meliputi peningkatan kapasitas masyarakat, menggali kearifan lokal, sertifikasi pemandu wisata, sertifikasi tim penyelamat, sertifikasi kesiapsiagaan bencana, penyediaan tim manajemen darurat dengan SOP yang telah ditetapkan, update informasi berkala terkait aktivitas kebencanaan, menjalin koordinasi dan komunikasi yang berkelanjutan antar kabupaten/kota di kawasan sekitar.

Hal kelima yakni kesiapsiagaan (preparedness) harus dimiliki oleh pelaku pariwisata untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian dan langkah-langkah yang tepat guna.

“Bimtek juga menghasilkan stakeholder mapping dalam mitigasi bencana,” kata Abdu.

Selanjutnya, ia menambahkan, seluruh masukan dan paparan pada Bimtek ini akan dijadikan sebagai bahan masukan untuk penyusunan buku Panduan Mitigasi Bencana di Destinasi Pariwisata.